A.
BIOGRAFI
KH.MA’SHUM ALI
A.
GENEALOGI
Ma’shum
Ali mempunyai nama lengkap Ma’shum bin Ali bin Abdul Muhyi Al Maskumambangi. Ma’shum
Ali lahir pada tahun 1305 H/1887. Maskumambangi dinisbahkan di Desa Kelahirannya
yaitu Desa Maskumambang. Maskumambang terletak di Kecamatan Kawedanan Sedayu
Kabupaten Gresik.[1]
KH Ma’shum Ali anak dari pasangan Kyai Ali
dan Nyai Muhsinah. Kh ma’shum ali bersaudarakan KH.Muhammad Mahbub, KH.Adlan
Ali, Mus’idah dan Rohimah.[2]
Kyai Ali adalah putra dari KH Abdul Muhyi berasal dari Desa Dukun Sedayu
Gresik, Sedangkan ibunya Nyai Muhsinah putri dari KH Abdul Djabbar Maskumambang. Beliau telah merintis
pondok di Maskumambang.
Ma’shum
Ali dibesarkan dan dididik oleh Kiai Ali
di Pondok Pesantren Maskumambang yang kental dengan nuansa religius . Kemudian
pada umur.... beliau mendalami agama di Pondok Pesantren Tebuireng yang diasuh
oleh KH Hasyim Asyari. Beliau tumbuh dan berkembang dibawah asuhan KH Hasyim
Asyari bersama saudara-saudaranya. Dengan kecerdasan dan keuletan Ma’shum Ali,
beliau mampu menguasai segala bidang ilmu dan ahli dalam bidang ilmu
falaq,hisab, sharaf, dan Nahwu.
Bertahun-tahun
Ma’shum Ali mengabdi di Tebuireng. Beliau juga adalah santri generasi awal dari
KH Hasyim Asyari. Karan kecerdasanny dalam berbagai bidang ilmu KH Hasyim
Asyari ingin menjadikan ma’shum Ali generasi penerus dengan menikahkan dengan
putri keduanya yaitu khairiyah. Dan dianggap mampu meneruskan cita-citanya.
Seperti penjelasan dalam majalah Semesta yaitu:
“ Kiai Hasyim
menyiapkan penggantinya bukan hanya mendidik putranya sendiri. Tiap santri yang
menonjol kecakapannya dipungutnya sebagai menantu. Kiai Ma’shum adalah santri
yang paling menonjol angkatan pertama disamping itu Kiai Baidlawi dan Kiai
Idris.”[3]
Pada
awal pernikahan ma’shum ali dan khairiyah tinggal di Pesantren Tebuireng,
membantu KH Hasyim Asyari sebagai pengasuh.
pada tahun 1913 mulai membangun rumah sederhana yang terletak di Dusun
Seblak, lalu pada tahun 1921 sedikit demi sedikit membangun Pesantren Seblak. Kehidupan
sehari-hari beliau mencerminkan sosok pribadi yang harmonis,baik terhadap
keluarga,masyarakat,dan santri. Khususnya kepada KH.Hasyim Asy’ari, Kyai
Ma’shum Ali sering menghadiahkan kitab
kepada sang mertua sekaligus gurunya itu. Ketika sepulangnya dari Makkah pada
tahun 1332 H.
Beliau tidak lupa membawakan Kitab Al Jawahir
Al Lawami’ sebagai hadiah untuk KH.Hasyim Asy’ari. Bahkan kitab As Syifa yang
pernah diberikan, kitab itu menjadi referensi utama KH.Hasyim Asy’ari ketika
mengarang kitab. Sebagai Kyai yang berilmu tinggi, meskipun Kyai Ma’shum Ali
adalah sosok yang disegani bukan berarti harus meninggalkan pergaulannya
bersama masyarakat awam. Beliau dikenal sebagai Kyai yang sangat akrab dengan
kalangan bawah. Bahkan banyak diantara mereka yang tidak mengetahui bahwa Kyai
Ma’shum adalah ulama besar.[4]
Pernikahan KH.Ma’shum Ali dan Nyai
Khairiyah Hasyim adalah langkah awal didirikannya Pondok Pesantren Seblak
Jombang. Yang terletak di sebelah barat Pondok Pesantren Tebuireng. Suatu
perbuatan yang sangat membutuhkan keberanian untuk mendirikan Pondok Pesantren
di daerah tersebut. Sebab ketika itu, Dusun Seblak dikenal sebagai Area Hitam,
yaitu masyarakat sekitar sangat jauh dengan tuntunan agama.[5]
Pernikahan
KH.Ma’shum Ali dengan Nyai Khairiyah Hasyim melahirkan 9 keturunan yaitu
Hamnah, Abdul Jabbar, Abidah, Ali, Djamilah, Mahmud, Karimah, Abdul Aziz,
Azizah. [6]
Namun takdir menentukan lain, yang hidup sampai dewasa hanya dua orang yaitu
Abidah dan Djamilah. Sementara ketujuh saudaranya meninggal dunia disaat kecil,
alhasil kedua putri beliau berperan penting dalam meneruskan pondok pesantren
seblak.
Sebagiai Kyai
yang berilmu tinggi, Kyai Ma’shum dikenal sosok yang kenal engan kalangan
bawah. Sangking akrabnya dengan kalangan bawah banyak diantara masyarakat yang
tidak mengetahui bahwa belaiu sebenarnya adalah Kyai besar. Belaiu juga dikenal
engan ulama sufi menghindari sifat sombong, riya’ dan ujub. Dengan bukti ketika
saat menjelang wafat seluruh fotonya dibakar. Kali ini tidak lain karena beliau
tidak mau identitasnya diketahui banyak orang yang nantinya menimbulkan
penyakit hati. Selain itu kehidupan sehari KH Ma’shum mencerminkan sosok
pribadi yang harmonis bersama masayarakat, keluarga, dan santri.
B. KARYA
TULIS
Kh Ma’shum adalah Kyai muda yang banyak
talenta. Beliau adalah ulama yang ahli dalam bidang falaq yang sekarang dikenal
dengan ilmu astronomi. Beliau juga ahli dalam bidang alat balaghoh, nahwu,
sharaf, hisab dll. Dengan kemampuan dan kecerdasan sehingga beliau mempunyai
karya fenomenal yaitu kitab Al Amstsilah At Tashrifiyah kitab ini menjadi asas
ilmu sharaf yang dipakai di berbagai pondk salaf di Indonesia. Kitab tersebut
juga mendapatkan aspirasi yaitu Mesir.
Selain itu Beliau juga sangat ahli dalam bidang menulis.
Kemampuan menulis beliau ditulis dalam
karya yang dihasilkan. Bahkan banyak orang lebih mengenal kitab atau karya
beliau daripada pengarangnya sendiri. Ada empat karya beliau yaitu :
1.
Al Amsilah At Tashrifiyah, menerangkan
tentang ilmu sharaf. Susunannya sangat sistematis. Sehingga mudah difahami dan
dihafal. Lembaga-lembaga islam, baik di Indonesia maupun diluar negeri. Kitab
ini menjadi pegangan wajib setiap Pondok salaf. Diantara Pondok Salaf yang
menggunakan kitab Sharaf yaitu pondok Mambaul Hikam Jati Rejo Jombang , Pondok
Denanyar Jombang, Pondok Walisongo Cukir dan masih banyak lagi Pondok Salaf
lainnya yang menggunakan kitab sharaf sebagai pegangan wajib.[7]
Ada yang menjuluki kitab ini “Tasrifan Jombang”. Kitab ini terdiri 60 halaman
diterbitkan banyak penerbit, yang menerbitkan kitab Sharaf penerbit Salim
Nabhan Surabaya. Pada halaman pertama kitab tertera sambutan berbahasa arab
dari Mantan Mentri Agama RI KH Syaifuddin Zuhri.
lmu Sharaf Adalah ilmu
yang mempelajari tentang perubahan kalimah (kata) ‘arobiyah mulai dari macam
yang satu kepada macam yang lain untuk menghasilkan makna yang dikehendaki. dalam
bahasa Indonesia bisa di analogikan dengan perubahan kata makan menjadi
makanan, telah makan, sedang makan, akan makan, atau dimakan dll. Kitab Shorof
yang biasa digunakan adalah kitab Amtsilatut Tashrifiyah. Kitab ini kecil dan
praktis untuk dipelajari karena disajikan dalam bentuk yang sistematis. Namun
dalam belajar ilmu shorof diperlukan sedikit keuletan karena didalamnya cukup
banyak yang harus dihafal.
2. Fathul
Qadir, kitab ini menjelaskan ukuran dan takaran arab dalam Bahasa Indonesia.
Diterbitkan pada tahun 1920. Kitab ini diterbitkan oleh Salim Nabhan Surabaya
dengan halaman yang tipis tapi lengkap.[8]
3. Ad
Durus Falakiyah, banyak orang yang beranggapan bahwa Ilmu Falak rumit, tetapi
bagi orang yang mempelajari kitab ini berkesan mudah. Karena disusun secara
sistematis dan konseptual. Kitab ini berisi ilmu hitung, logaritma, almanak
Masehi dan Hijriah, Posisi Matahari. Alat hitung yang
digunakan dalam kitab ini adalah Rubu’ Mujayyab, Rubu’ Mujayyab
adalah alat hitung astronomi untuk memecahkan permasalahan segitiga bola dalam
astronomi. sehingga
teori segitiga bola yang digunakan adalah persamaan untuk aplikasi Rubu'
Mujayyab. Alat hitung ini merupakan alat hitung yang sangat akurat pada
zamannya.[9]
Apabila dikomparasikan dengan system yang ada
sekarang, bagaimanakah tingkat keakurasian data-data yang dihasilkan oleh
perhitungan Rubu’ mujayyab dengan kalkulator. Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah ini
masih diajarkan di beberapa Madrasah dan Pondok Pesantren, diantaranya adalah
MA Qudsiyyah, PP. Kwagean Kediri, Madrasah Syafi’iyah Rembang, dan PP.
Salafiyyah Ploso Mojo Kediri. Dilihat dari kemajuan zaman sekarang yang sudah
terdapat sistem perhitungan yang sudah digital, bagaimanakah signifikansi Rubu’
Mujayyab yang merupakan alat hitung asli dalam kitab ¬Ad-Durus al-Falakiyyah,
dilihat pada zaman sekarang, apakah sudah diganti dengan kalkulator ataukah
dikomparasikan antara keduanya.[10]
4. Badi’atul
Mitsal, kitab ini menjelaskan Ilmu Falak
yang berpatokan menjadi pusat peredaran alam semesta, bukan matahari tetapi
teori yang datang kemudian yaitu Bumi.terfokus ke penetapan awal Hijriah dengan
metode hisab Haqiqi bi Al Tahqiq.[11]
Kitab ini menjadi rujukan utama para ahli Falak dan Kementrian Agama RI dalam
menetapkan awal bulan Hijriah di Indonesia.
Di Mukaddimah tersebut KH Ma’shum Ali menyebutkan
bahwasannya pembuatan kitab yang beliau namai risalah (catatan/tulisan)
dilandasi dengan kebutuhan para pelajar di Pulau Jawa yang mendesak dengan
perhitungan awal bulan, hilal, dan tahun. Kesulitan para Talib al ilm dalam
mempelajari kitab-kitab dan jarangnya mereka mempunyai kitab tersebut. Karena
itulah ia membahas risalah ini.[12]
Itulah karya - karya tulisan KH Ma’shum
Ali yang sampai saat ini masih dikaji di Pondok Pesantren, khususnya Pondok
Pesantren Seblak Jombang.
[1] Dokumen IKKAD (Ikatan Keluarga
Kiai Abdul Djabbar,1991), 55
[2]
www.ppwalisongo.com/2012/04/biografi-al-maghfurlah-kh-adlan-aly.html
[3] Tebuireng, Pesantren sedang
melambung, (Jombang: Semesta VIII,1981,24
[4] Muhammad Al Fitra Haqiqi,50 Ulama Agung Nusantara,(Jombang:Darul
Hikmah,2010),113
[5] Muhammad Al Fitra Haqiqi,Opcit,118
[6] M.Ishom Hadzik,Luqman Hakim,Biografi Singkat dan Silsilah KH.Hayim
Asy’ari,(Jombang:Diktat dalam rangka temu Keluarga Bani Hasyim) 11-13
[8]
Muhammad Ma’shum bin Ali,Fath al Qadir,
Surabaya : Salim Nabhan, 1375 H
[10]
Muhammad Ma’shum bin Ali, al-Durus
al-Falakiyah, Surabaya : Maktabah Sa’ad binNashir
Nabhan wa Auladuhu, 1992 M/ 1412 H.
[11]
Muhammad Ma’shum bin Ali, Badiah al-Mitsal
fi Hisab al-Sinin wa al-Hilal,
Surabaya : Maktabah Sa’ad bin Nashir Nabhan, tt,
[12] Ibid, 22