Minggu, 25 Oktober 2015



A.  

BIOGRAFI KH.MA’SHUM ALI
A.    GENEALOGI
Ma’shum Ali mempunyai nama lengkap Ma’shum bin Ali bin Abdul Muhyi Al Maskumambangi. Ma’shum Ali lahir pada tahun 1305 H/1887. Maskumambangi dinisbahkan di Desa Kelahirannya yaitu Desa Maskumambang. Maskumambang  terletak di Kecamatan Kawedanan Sedayu Kabupaten Gresik.[1]
  KH Ma’shum Ali anak dari pasangan Kyai Ali dan Nyai Muhsinah. Kh ma’shum ali bersaudarakan KH.Muhammad Mahbub, KH.Adlan Ali, Mus’idah dan Rohimah.[2] Kyai Ali adalah putra dari KH Abdul Muhyi berasal dari Desa Dukun Sedayu Gresik, Sedangkan ibunya Nyai Muhsinah putri dari KH Abdul  Djabbar Maskumambang. Beliau telah merintis pondok di Maskumambang.
Ma’shum Ali dibesarkan dan dididik oleh Kiai Ali di Pondok Pesantren Maskumambang yang kental dengan nuansa religius . Kemudian pada umur.... beliau mendalami agama di Pondok Pesantren Tebuireng yang diasuh oleh KH Hasyim Asyari. Beliau tumbuh dan berkembang dibawah asuhan KH Hasyim Asyari bersama saudara-saudaranya. Dengan kecerdasan dan keuletan Ma’shum Ali, beliau mampu menguasai segala bidang ilmu dan ahli dalam bidang ilmu falaq,hisab, sharaf, dan Nahwu.
Bertahun-tahun Ma’shum Ali mengabdi di Tebuireng. Beliau juga adalah santri generasi awal dari KH Hasyim Asyari. Karan kecerdasanny dalam berbagai bidang ilmu KH Hasyim Asyari ingin menjadikan ma’shum Ali generasi penerus dengan menikahkan dengan putri keduanya yaitu khairiyah. Dan dianggap mampu meneruskan cita-citanya. Seperti penjelasan dalam majalah Semesta yaitu:
“ Kiai Hasyim menyiapkan penggantinya bukan hanya mendidik putranya sendiri. Tiap santri yang menonjol kecakapannya dipungutnya sebagai menantu. Kiai Ma’shum adalah santri yang paling menonjol angkatan pertama disamping itu Kiai Baidlawi dan Kiai Idris.”[3]
Pada awal pernikahan ma’shum ali dan khairiyah tinggal di Pesantren Tebuireng, membantu KH Hasyim Asyari sebagai pengasuh.  pada tahun 1913 mulai membangun rumah sederhana yang terletak di Dusun Seblak, lalu pada tahun 1921 sedikit demi sedikit membangun Pesantren Seblak. Kehidupan sehari-hari beliau mencerminkan sosok pribadi yang harmonis,baik terhadap keluarga,masyarakat,dan santri. Khususnya kepada KH.Hasyim Asy’ari, Kyai Ma’shum Ali sering menghadiahkan  kitab kepada sang mertua sekaligus gurunya itu. Ketika sepulangnya dari Makkah pada tahun 1332 H.
 Beliau tidak lupa membawakan Kitab Al Jawahir Al Lawami’ sebagai hadiah untuk KH.Hasyim Asy’ari. Bahkan kitab As Syifa yang pernah diberikan, kitab itu menjadi referensi utama KH.Hasyim Asy’ari ketika mengarang kitab. Sebagai Kyai yang berilmu tinggi, meskipun Kyai Ma’shum Ali adalah sosok yang disegani bukan berarti harus meninggalkan pergaulannya bersama masyarakat awam. Beliau dikenal sebagai Kyai yang sangat akrab dengan kalangan bawah. Bahkan banyak diantara mereka yang tidak mengetahui bahwa Kyai Ma’shum adalah ulama besar.[4]
 Pernikahan KH.Ma’shum Ali dan Nyai Khairiyah Hasyim adalah langkah awal didirikannya Pondok Pesantren Seblak Jombang. Yang terletak di sebelah barat Pondok Pesantren Tebuireng. Suatu perbuatan yang sangat membutuhkan keberanian untuk mendirikan Pondok Pesantren di daerah tersebut. Sebab ketika itu, Dusun Seblak dikenal sebagai Area Hitam, yaitu masyarakat sekitar sangat jauh dengan tuntunan agama.[5]
Pernikahan KH.Ma’shum Ali dengan Nyai Khairiyah Hasyim melahirkan 9 keturunan yaitu Hamnah, Abdul Jabbar, Abidah, Ali, Djamilah, Mahmud, Karimah, Abdul Aziz, Azizah. [6] Namun takdir menentukan lain, yang hidup sampai dewasa hanya dua orang yaitu Abidah dan Djamilah. Sementara ketujuh saudaranya meninggal dunia disaat kecil, alhasil kedua putri beliau berperan penting dalam meneruskan pondok pesantren seblak.
Sebagiai Kyai yang berilmu tinggi, Kyai Ma’shum dikenal sosok yang kenal engan kalangan bawah. Sangking akrabnya dengan kalangan bawah banyak diantara masyarakat yang tidak mengetahui bahwa belaiu sebenarnya adalah Kyai besar. Belaiu juga dikenal engan ulama sufi menghindari sifat sombong, riya’ dan ujub. Dengan bukti ketika saat menjelang wafat seluruh fotonya dibakar. Kali ini tidak lain karena beliau tidak mau identitasnya diketahui banyak orang yang nantinya menimbulkan penyakit hati. Selain itu kehidupan sehari KH Ma’shum mencerminkan sosok pribadi yang harmonis bersama masayarakat, keluarga, dan santri.
B.    KARYA TULIS
Kh Ma’shum adalah Kyai muda yang banyak talenta. Beliau adalah ulama yang ahli dalam bidang falaq yang sekarang dikenal dengan ilmu astronomi. Beliau juga ahli dalam bidang alat balaghoh, nahwu, sharaf, hisab dll. Dengan kemampuan dan kecerdasan sehingga beliau mempunyai karya fenomenal yaitu kitab Al Amstsilah At Tashrifiyah kitab ini menjadi asas ilmu sharaf yang dipakai di berbagai pondk salaf di Indonesia. Kitab tersebut juga mendapatkan aspirasi yaitu Mesir.
Selain itu  Beliau juga sangat ahli dalam bidang menulis. Kemampuan menulis beliau  ditulis dalam karya yang dihasilkan. Bahkan banyak orang lebih mengenal kitab atau karya beliau daripada pengarangnya sendiri. Ada empat karya beliau yaitu :
1.     Al Amsilah At Tashrifiyah, menerangkan tentang ilmu sharaf. Susunannya sangat sistematis. Sehingga mudah difahami dan dihafal. Lembaga-lembaga islam, baik di Indonesia maupun diluar negeri. Kitab ini menjadi pegangan wajib setiap Pondok salaf. Diantara Pondok Salaf yang menggunakan kitab Sharaf yaitu pondok Mambaul Hikam Jati Rejo Jombang , Pondok Denanyar Jombang, Pondok Walisongo Cukir dan masih banyak lagi Pondok Salaf lainnya yang menggunakan kitab sharaf sebagai pegangan wajib.[7] Ada yang menjuluki kitab ini “Tasrifan Jombang”. Kitab ini terdiri 60 halaman diterbitkan banyak penerbit, yang menerbitkan kitab Sharaf penerbit Salim Nabhan Surabaya. Pada halaman pertama kitab tertera sambutan berbahasa arab dari Mantan Mentri Agama RI KH Syaifuddin Zuhri.
lmu  Sharaf Adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan kalimah (kata) ‘arobiyah mulai dari macam yang satu kepada macam yang lain untuk menghasilkan makna yang dikehendaki. dalam bahasa Indonesia bisa di analogikan dengan perubahan kata makan menjadi makanan, telah makan, sedang makan, akan makan, atau dimakan dll. Kitab Shorof yang biasa digunakan adalah kitab Amtsilatut Tashrifiyah. Kitab ini kecil dan praktis untuk dipelajari karena disajikan dalam bentuk yang sistematis. Namun dalam belajar ilmu shorof diperlukan sedikit keuletan karena didalamnya cukup banyak yang harus dihafal.
2.     Fathul Qadir, kitab ini menjelaskan ukuran dan takaran arab dalam Bahasa Indonesia. Diterbitkan pada tahun 1920. Kitab ini diterbitkan oleh Salim Nabhan Surabaya dengan halaman yang tipis tapi lengkap.[8]
3.     Ad Durus Falakiyah, banyak orang yang beranggapan bahwa Ilmu Falak rumit, tetapi bagi orang yang mempelajari kitab ini berkesan mudah. Karena disusun secara sistematis dan konseptual. Kitab ini berisi ilmu hitung, logaritma, almanak Masehi dan Hijriah, Posisi Matahari. Alat hitung yang digunakan dalam kitab ini adalah Rubu’ Mujayyab, Rubu’ Mujayyab adalah alat hitung astronomi untuk memecahkan permasalahan segitiga bola dalam astronomi.  sehingga teori segitiga bola yang digunakan adalah persamaan untuk aplikasi Rubu' Mujayyab. Alat hitung ini merupakan alat hitung yang sangat akurat pada zamannya.[9]
Apabila dikomparasikan dengan system yang ada sekarang, bagaimanakah tingkat keakurasian data-data yang dihasilkan oleh perhitungan Rubu’ mujayyab dengan kalkulator. Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah ini masih diajarkan di beberapa Madrasah dan Pondok Pesantren, diantaranya adalah MA Qudsiyyah, PP. Kwagean Kediri, Madrasah Syafi’iyah Rembang, dan PP. Salafiyyah Ploso Mojo Kediri. Dilihat dari kemajuan zaman sekarang yang sudah terdapat sistem perhitungan yang sudah digital, bagaimanakah signifikansi Rubu’ Mujayyab yang merupakan alat hitung asli dalam kitab ¬Ad-Durus al-Falakiyyah, dilihat pada zaman sekarang, apakah sudah diganti dengan kalkulator ataukah dikomparasikan antara keduanya.[10]
4.     Badi’atul Mitsal,  kitab ini menjelaskan Ilmu Falak yang berpatokan menjadi pusat peredaran alam semesta, bukan matahari tetapi teori yang datang kemudian yaitu Bumi.terfokus ke penetapan awal Hijriah dengan metode hisab Haqiqi bi Al Tahqiq.[11] Kitab ini menjadi rujukan utama para ahli Falak dan Kementrian Agama RI dalam menetapkan awal bulan Hijriah di Indonesia. 
Di Mukaddimah tersebut KH Ma’shum Ali menyebutkan bahwasannya pembuatan kitab yang beliau namai risalah (catatan/tulisan) dilandasi dengan kebutuhan para pelajar di Pulau Jawa yang mendesak dengan perhitungan awal bulan, hilal, dan tahun. Kesulitan para Talib al ilm dalam mempelajari kitab-kitab dan jarangnya mereka mempunyai kitab tersebut. Karena itulah ia membahas risalah ini.[12]
Itulah karya - karya tulisan KH Ma’shum Ali yang sampai saat ini masih dikaji di Pondok Pesantren, khususnya Pondok Pesantren Seblak Jombang.






















[1] Dokumen IKKAD (Ikatan Keluarga Kiai Abdul Djabbar,1991), 55
[2] www.ppwalisongo.com/2012/04/biografi-al-maghfurlah-kh-adlan-aly.html
[3] Tebuireng, Pesantren sedang melambung, (Jombang: Semesta VIII,1981,24
[4] Muhammad Al Fitra Haqiqi,50 Ulama Agung Nusantara,(Jombang:Darul Hikmah,2010),113
[5] Muhammad Al Fitra Haqiqi,Opcit,118
[6] M.Ishom Hadzik,Luqman Hakim,Biografi Singkat dan Silsilah KH.Hayim Asy’ari,(Jombang:Diktat dalam rangka temu Keluarga Bani Hasyim)  11-13
[7]
[8] Muhammad Ma’shum bin Ali,Fath al Qadir, Surabaya : Salim Nabhan, 1375 H

[10] Muhammad Ma’shum bin Ali, al-Durus al-Falakiyah, Surabaya : Maktabah Sa’ad binNashir Nabhan wa Auladuhu, 1992 M/ 1412 H.
[11] Muhammad Ma’shum bin Ali, Badiah al-Mitsal fi Hisab al-Sinin wa al-Hilal, Surabaya : Maktabah Sa’ad bin Nashir Nabhan, tt,
[12] Ibid, 22